tajukmalut.com | Maluku Utara – Rencana pembangunan jaringan jalan Trans Kieraha di Pulau Halmahera mulai menuai perhatian publik. Proyek ambisius yang akan menghubungkan Sofifi–Ekor sepanjang 27 km, Ekor–Kobe 34 km, Ekor–Buli 56,7 km, hingga Kobe–Buli 114,6 km ini disebut masih menyisakan persoalan mendasar di tahap awal.
Salah satu jalur prioritas, yakni ruas Ekor–Subaim–Kobe sepanjang 10–15 km, direncanakan segera dimulai. Namun, menurut pengamat perencanaan kota dan pembangunan daerah, Rusydan Arby, penyusunan rencana ini dinilai kurang matang.
“Proses perencanaan tampak terburu-buru. Anggaran dan teknis sudah disiapkan sejak September 2025, sementara dokumen Amdal justru baru akan menyusul kemudian. Pola seperti ini berisiko besar menimbulkan masalah di kemudian hari, termasuk potensi deforestasi akibat pembukaan jalur baru tanpa analisis ekosistem yang menyeluruh,” ujar Rusydan yang kini menempuh studi doktoral di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai target penyelesaian cepat dalam tiga tahun terlalu ambisius, mengingat kemampuan fiskal daerah baik provinsi maupun kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur masih terbatas. “Bahkan jika proyek ini dikerjakan dalam rentang lima hingga sepuluh tahun, dampak ekonominya tidak akan langsung terasa, apalagi jika kebijakan gubernur berikutnya tidak sejalan,” tambahnya.
Menurut Rusydan, pemerintah sebaiknya memprioritaskan pemeliharaan jalan yang sudah ada, memperbaiki jalur lintas yang sering terputus, serta meningkatkan kualitas jalan lingkar Halmahera agar benar-benar menopang aktivitas masyarakat dan ekonomi lokal.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara provinsi dan kabupaten dalam proyek strategis. Namun, kerja sama itu, kata dia, tidak boleh membuat daerah menelan mentah-mentah rencana besar tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan lokal dan risiko lingkungan.
“Pembangunan infrastruktur strategis tidak boleh hanya berorientasi pada target jangka pendek. Perlu perencanaan yang matang, partisipasi publik yang setara, serta kajian lingkungan yang serius. Mengabaikan Amdal demi mengejar kecepatan justru bisa menciptakan masalah lebih besar: kerusakan hutan dan keberlanjutan pembangunan yang dipertaruhkan,” pungkasnya.(red)