tajukmalut.com | Halmahera Selatan – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Halmahera Selatan kembali menjadi sorotan. Program yang mewajibkan setiap desa menyetor Rp25 juta untuk kegiatan yang dipusatkan di Jatinangor, Kabupaten Bandung, dinilai hanya membebani desa tanpa memberi manfaat nyata. Total anggaran yang mencapai Rp6,2 miliar dari 249 desa bahkan disebut sebagai bentuk pemborosan yang terang-terangan.
Ketua LSM Sigaro Research, Sugiarto M. Taher, menegaskan bahwa kebijakan DPMD ini adalah cerminan dari ketidakmampuan merumuskan program kreatif yang benar-benar menjawab kebutuhan desa. “Kalau tujuannya untuk memperkuat kapasitas desa, kenapa harus dibawa ke Jatinangor? Mengapa tidak dilaksanakan di Halsel dengan mengundang pemateri? Dengan begitu, uang miliaran rupiah bisa ikut memutar roda ekonomi lokal,” katanya, (24/092025)
Ia menyebut, program ini hanya memperlihatkan DPMD sedang kehabisan gagasan. “Ini bukti nyata bahwa mereka tak lagi punya ide inovatif. Desa malah dijadikan objek untuk menutup kebuntuan birokrasi. Uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk infrastruktur atau pemberdayaan, malah habis di perjalanan dan seremonial,” tegasnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sugiarto juga mengkritik peran APDESI Halsel yang menurutnya hanya menjadi penonton. “APDESI mestinya jadi benteng desa, tapi kenyataannya mereka diam. Padahal, kebijakan ini jelas-jelas merugikan desa. Kalau terus pasif, lebih baik bubarkan saja APDESI,” ujarnya.
Menurut Sugiarto, alasan kegiatan dilakukan di luar daerah justru memperlihatkan bahwa DPMD tidak memahami konteks sosial budaya Halsel. “Kalau pemateri datang ke Halsel, mereka bisa melihat langsung persoalan yang dihadapi desa. Tapi dengan kegiatan di luar daerah, yang terjadi hanyalah plesiran dengan baju resmi. Itu bukan solusi, itu pemborosan,” tandasnya.
Ia menilai, situasi ini berpotensi membuka ruang praktik korupsi. “Anggaran Rp25 juta per desa itu besar. Kalau tidak transparan, bisa jadi ladang pungli. Ini bukan sekadar mubazir, tapi juga bentuk penyalahgunaan wewenang,” kata Sugiarto.
LSM Sigaro Research menegaskan akan terus mengawal isu ini agar desa tidak lagi dijadikan korban eksperimen program yang gagal. “Kami mendesak aparat penegak hukum juga turun tangan. Jangan tunggu skandal ini meledak lebih besar. Desa perlu dilindungi, bukan diperas,” pungkasnya.(red)