PEREMPUAN CANTIK DI PEDALAMAN HUTAN GALELA

Minggu, 13 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Ibnu Furqan S.Hum

Waktu itu dalam landscape ingatan saya, kondisi yang sunyi tepat di hari Minggu, 03 Januari 2021 pukul 22.10 WIT. Di desa Kira, kecamatan Galela Barat, saya menghampiri beberapa warga setempat dan bercerita panjang tentang Galela. Kami memulainya dengan wacana “Orang-orang Kira” yang tinggal tepat di tepian Danau, mereka sering menyebutnya dengan “Talaga Duma”. Sembari mendengar cerita dari orang-orang itu, saya tertarik pada bagian cerita tentang seorang penjaga kampung khususnya “Dokulamo” dan “Kira”. Konon katanya, sosok itu adalah seorang perempuan cantik jelita bernama “Nur Galela” menggunakan ‘kebaya’ berwarna merah serta berkerudung dan anggun dipandang mata. Orang Kira percaya, bencana apapun yang menimpa kampung mereka, akan ditandai dengan kedatangan roh Nur Galela yang memberitahukan kepada mereka akan bencana tersebut. Sejak awal kemunculan cerita tentang Nur Galela diyakini sebagai keturunan dari “Rurukun” (salah satu nama gunung tepat di hulu sungai Ronga Totorou desa Kira). Gunung-gunung yang terbentang luas di daerah itu juga memiliki nama masing-masing, (Rurukun, Gusalai, Sionga Dalulu, Sesa dan Tarakani). Penamaan ini disematkan pada sosok penguasa yang pernah hidup di masa lampau.

Sekilas deskripsi di atas , saya berpikir ada nilai tersendiri bagi orang-orang Kira tentang Nur Galela, tentu memuat unsur-unsur sosial yang masih dijaga sampai sekarang. Penghayatan atas tanah leluhur ini dengan sendirinya telah menyampaikan tiga pesan kepada kita yakni; Wujud ideal kebudayaan orang Galela, sosok supernatural yang menjaga tanah di hutan Galela dan tentang pesan kepada orang lain untuk senantiasa menghormati tanah leluhur serta tidak melakukan hal-hal yang dapat menghancurkan entitas kebudayaan dari orang Galela.

Nur Galela” adalah simbol kebudayaan bagi masyarakat di kampung Kira. Itulah kenapa sosok Nur Galela telah menimbulkan kesadaran akan adanya makna dari motif kehidupan sosial, dan itu menjadi pusat utama kebudayaan disemai menjadi identitas yang dijaga turun temurun. Saya pikir penjelasan di atas memiliki kemiripan dengan kepercayaan orang-orang India tentang dewi ‘Aranyani’ yang menjaga hutan sebagai komunitas sosial. Di Jawa, dia dinamakan dengan dewi ‘Sri’ sebagai dewi kesuburan bertugas menjaga Padi. Jauh di pedalaman Kabupaten Gowa penjaga ini diberi nama dengan Patalassang yang artinya penghidupan. Jika diperhatikan lebih seksama, kepercayaan ini hadir karena adanya perasaan sosial atas kepemilikan tanah sebagai medium manusia melanjutkan kehidupannya.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

‘Pesan dari masa lampau’ telah membuat kita berurusan dengan tradisi dari sebuah asal usul. Bahkan, untuk mengetahui lebih jauh motif ideal bagi orang-orang di tanah Galela, kita harus mengamati sesuatu yang terjadi jauh di masa lalu. Semua itu direkonstruksi ke arah identitas tradisi orang Galela, sebab dia dibangun karena adanya perasaan memiliki terhadap medium tanah leluhur bagi generasi penerus. Oleh karena itulah, apapun akan dilakukan demi menjaga hak atas tanah dari gangguan manusia lain, karena ulah mereka, tanah dan perkebunan rakyat dihancurkan kendatipun harus menghadirkan sosok penjaga perkebunan, dan itu dipersonifikasikan dengan roh di masa lalu.

Artinya, setiap tingkah laku masyarakat tidak terlepas dari hasrat untuk tetap hidup di atas tanah air mereka. Dan semua disinyalir dengan kekuatan ‘gaib’ yang diyakini mengatur alam ini. Interaksi masyarakat dengan ruang kegaiban ini telah dilakukan (tanpa sadar), secara tidak langsung, melembaga dan membentuk tipe paling ideal dalam kehidupannya. Bentuk kepercayaan ini sejujurnya paling sukar dipahami, bagaimana proses perasaan masyarakat akan hal ini mengembara jauh di pinggiran peradaban manusia. Jauh dari kehidupan kota dan semua itu dikelilingi oleh kontak sosial sebagai upaya menjaga hak atas tempat tinggal mereka.

Kini sosok cantik jelita, dengan kebaya yang anggun serta pernak pernik permata yang menghiasi dirinya, telah menjadi inti ‘komunitas sosial’ di hutan Galela. Oleh karena itu, pelanggaran atas aturan-aturan kebudayaan orang Galela dianggap dapat merusak keseimbangan alam. Hutan bukan hanya sumber penghidupan bagi masyarakat Galela saat ini, namun juga menjadi pusat kebudayaan, dihormati sebagai ‘ibu pertiwi’ yang harus dijaga sebab menyimpan beragam makna tentang hidup dan bagaimana hidup dipertahankan sebagai keharusan.*

Komentar

Berita Terkait

Aksi Massa dan Cinta NKRI
Dagang Administrasi dalam Musda KNPI: Cermin Kecil dari Skandal Besar
Memahami Investigasi Mendalam Pertambangan Ilegal
Bukan sekedar Pertambangan, Menyoal Skema Perikanan Kepulauan Obi
Pemutaran Film “Ngomi o Obi” Tuai Kritik: Mahasiswa Pertanyakan Netralitas TV Tempo dan Akuntabilitas CSR Harita Nickel
PEMEKARAN HARGA MATI
Paradigma Pendidkan Berbasis Local Wisdom memaknai ulang sistem Pendidikan 
PENTINGNYA PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL INDONESIA DALAM HAKI
Berita ini 65 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 2 September 2025 - 09:01 WIT

Aksi Massa dan Cinta NKRI

Jumat, 22 Agustus 2025 - 19:13 WIT

Dagang Administrasi dalam Musda KNPI: Cermin Kecil dari Skandal Besar

Selasa, 19 Agustus 2025 - 11:09 WIT

Memahami Investigasi Mendalam Pertambangan Ilegal

Rabu, 23 Juli 2025 - 10:06 WIT

Bukan sekedar Pertambangan, Menyoal Skema Perikanan Kepulauan Obi

Senin, 21 Juli 2025 - 02:35 WIT

Pemutaran Film “Ngomi o Obi” Tuai Kritik: Mahasiswa Pertanyakan Netralitas TV Tempo dan Akuntabilitas CSR Harita Nickel

Senin, 21 Juli 2025 - 02:23 WIT

PEMEKARAN HARGA MATI

Minggu, 20 Juli 2025 - 11:50 WIT

Paradigma Pendidkan Berbasis Local Wisdom memaknai ulang sistem Pendidikan 

Minggu, 13 Juli 2025 - 07:08 WIT

PEREMPUAN CANTIK DI PEDALAMAN HUTAN GALELA

Berita Terbaru