Fadli Abd.Kadir
Di tengah arus perubahan global yang begitu cepat, birokrasi dituntut untuk tidak hanya bekerja keras, tetapi juga bertransformasi secara adaptif. Pemerintahan yang tanggap terhadap perubahan, transparan dalam pengelolaan, dan berorientasi pada kepuasan masyarakat adalah ciri utama birokrasi modern. Namun, keberhasilan transformasi ini berakar pada satu hal yang paling mendasar yakni kesejahteraan pegawai.
Pemerintahan yang berkualitas bukan hanya diukur dari seberapa megah gedung kantor atau seberapa canggih sistem digitalnya, melainkan dari seberapa tulus dan maksimal pelayanan publik diberikan kepada masyarakat. Di balik semua itu, ada faktor penting yang sering kali terlupakan: kesejahteraan pegawai. Mereka adalah penggerak utama birokrasi dan pelaksana langsung dari visi pemerintahan yang adaptif dan transparan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam konteks kepemimpinan Gubernur Sherly Laos, komitmen terhadap pemerintahan yang adaptif dan transparan telah menjadi arah baru pembangunan birokrasi di Maluku Utara. Adaptif berarti pemerintahan mampu menyesuaikan diri dengan tantangan zaman digitalisasi, keterbukaan informasi, hingga kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Sementara transparansi menuntut kejujuran dan tanggung jawab dalam setiap kebijakan, termasuk dalam urusan kesejahteraan aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Namun, untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas, tidak cukup hanya dengan regulasi atau sistem digital. Sumber daya manusia di balik pelayanan itu harus sejahtera. Pegawai yang hidup dalam ketidakpastian gaji, minim penghargaan, atau beban kerja tanpa keseimbangan, tentu tidak akan bisa bekerja optimal. Kesejahteraan bukan sekadar tentang nominal penghasilan, tetapi juga tentang pengakuan, kepastian, dan rasa adil dalam sistem birokrasi.
Ketika pegawai merasa dihargai dan diperhatikan kesejahteraannya, maka semangat melayani tumbuh dari dalam. Mereka tidak lagi bekerja karena kewajiban, tetapi karena kesadaran moral bahwa pelayanan publik adalah bentuk pengabdian. Di titik itulah, birokrasi menjadi manusiawi dan pelayanan publik menjadi berkualitas.
Kebijakan Gubernur Sherly Laos yang menekankan transparansi dan adaptivitas sejatinya membuka ruang bagi reformasi kesejahteraan pegawai. Pemerintahan yang adaptif berarti pemerintahan yang belajar memahami bahwa kesejahteraan pegawai bukan beban anggaran, melainkan investasi sosial untuk memperkuat fondasi pelayanan publik. Sedangkan pemerintahan yang transparan menjamin agar setiap kebijakan kesejahteraan dilakukan secara terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kita percaya bahwa kesejahteraan aparatur dan kualitas pelayanan publik memiliki hubungan timbal balik. Pegawai sejahtera, pelayanan publik bermartabat. Karena pada akhirnya, yang dilayani bukan sekadar masyarakat, tetapi juga cita-cita besar tentang pemerintahan yang berkeadilan, bersih, dan berorientasi pada rakyat.
Komitmen Gubernur Sherly Laos terhadap tata kelola pemerintahan yang adaptif dan transparan perlu terus didukung oleh seluruh ASN dan PPPK. Dukungan itu bukan hanya berupa loyalitas, tetapi juga dengan menunjukkan kinerja nyata, menjaga integritas, dan memperkuat solidaritas dalam pelayanan. Sebab keberhasilan visi pemerintahan bukanlah hasil kerja satu orang, melainkan hasil kerja kolektif dari pegawai-pegawai yang sejahtera, ikhlas, dan profesional.
Kesejahteraan pegawai bukan sekadar ukuran finansial, melainkan representasi dari penghargaan negara terhadap pengabdian mereka. Pegawai yang sejahtera memiliki motivasi tinggi, loyalitas kuat, dan integritas yang terjaga. Mereka bukan hanya pelaksana kebijakan, tetapi juga penggerak utama inovasi pelayanan publik.
Dalam sistem pembangunan daerah, aparatur yang adaptif dan sejahtera menjadi pilar utama pemerintahan yang responsif terhadap dinamika sosial dan ekonomi. Ketika kesejahteraan pegawai terjamin, maka pelayanan publik akan mencapai tingkat kesempurnaan yang diharapkan masyarakat, pelayanan yang tidak sekadar memenuhi kewajiban, tetapi juga mencerminkan ketulusan untuk melayani.
Olehnya itu, visi besar untuk mewujudkan pemerintahan yang adaptif di era perubahan harus dimulai dari investasi nyata pada kesejahteraan pegawai. Sebab, pegawai yang sejahtera adalah cermin kemajuan birokrasi, dan birokrasi yang maju adalah jantung dari pelayanan publik yang sempurna di Maluku Utara.*









