Oleh: Fadli Abd. Kadir
Dalam setiap lembar sejarah bangsa Indonesia, pemuda selalu menjadi percikan api yang menyalakan bara perubahan. Dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 hingga pergerakan mahasiswa di berbagai era, semangat pemuda telah menjadi motor penggerak kemerdekaan, pembangunan, dan perubahan sosial. Namun di tengah derasnya arus globalisasi dan tantangan zaman digital, semangat itu kerap kali memudar, tergantikan oleh sikap apatis dan kehilangan arah perjuangan.
Sejarah mencatat, para pemuda di masa perjuangan tidak hanya berteriak lantang, tetapi juga bertindak nyata. Di awal abad ke-20, Budi Utomo lahir dari kegelisahan para pelajar muda yang ingin melihat bangsanya berdaya. Lalu muncul Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, dan berbagai organisasi kedaerahan lainnya yang akhirnya melebur dalam satu ikrar keramat: “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa Indonesia.” Ikrar itu bukan sekadar kalimat simbolik, tetapi representasi tekad para pemuda untuk bersatu demi masa depan bangsa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Api semangat itulah yang kemudian membakar generasi 1945 untuk berani memproklamasikan kemerdekaan, dan generasi 1966 untuk menegakkan idealisme kebangsaan. Semua berakar pada keyakinan bahwa pemuda bukan sekadar penerus bangsa, melainkan pelaku utama sejarah.
Kini, semangat itu perlu kita hidupkan kembali dalam bentuk yang lebih relevan. Tantangan hari ini bukan lagi penjajahan fisik, melainkan penjajahan pikiran—dari budaya instan, ketergantungan teknologi, hingga hilangnya empati sosial. Di tengah kondisi itu, pemuda harus menjadi pelopor dalam menghidupkan kembali nilai gotong royong, kerja nyata, dan kepedulian sosial di lingkungan masing-masing.
Gerakan pemuda masa kini harus lebih berorientasi pada aksi dan inovasi.mPemuda di kampung, di kota, maupun di dunia digital harus mampu menciptakan kegiatan positif yang memperkuat kebersamaan. Entah lewat turnamen olahraga, kegiatan literasi, kerja bakti, atau gerakan sosial lainnya—semua menjadi bentuk nyata bahwa semangat pemuda masih hidup, hanya menunggu diarahkan.
Pemuda yang bersemangat bukanlah mereka yang paling lantang bicara, tetapi mereka yang paling tulus bekerja. Di Maluku Utara, semangat seperti ini telah tumbuh di berbagai pelosok kampung, di mana para pemuda menggagas kegiatan-kegiatan sosial dan olahraga untuk menumbuhkan persatuan. Langkah sederhana, namun bermakna besar bagi masa depan daerah.
Kini saatnya kita, para pemuda, menyalakan kembali obor semangat itu. Karena bangsa yang besar tidak lahir dari banyaknya kekayaan alam, melainkan dari jiwa-jiwa muda yang tak pernah lelah mencintai tanah airnya.
Sebagaimana para pemuda 1928 yang berikrar dengan semangat kebangsaan, maka pemuda hari ini harus berikrar dengan semangat pembangunan—menyatukan hati, tenaga, dan gagasan demi Indonesia yang lebih maju, khususnya Maluku Utara yang kita cintai.
“Jangan pernah biarkan api semangat itu padam, sebab di tangan pemuda, masa depan bangsa ditentukan.”









