“Tanah yang Hilang, Air yang Tercemar, dan Suara yang Dibungkam”

Senin, 9 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pulau Obi dan Wawonii barangkali tak tercatat dalam peta wisata atau percakapan elit kota. Tapi di tanah-tanah kecil itu, sejarah perlawanan dan penderitaan telah menggumpal bersama lumpur tambang dan suara yang tak lagi didengar negara. Dari langit yang dulunya biru kini tertutup debu abu-abu. Dari air yang dulunya jernih kini berwarna kematian. Semua karena satu hal: kerakusan yang dilegalkan.

Saya menulis bukan sebagai aktivis, bukan pula sebagai politisi. Saya menulis sebagai manusia, yang tersentuh nuraninya membaca bagaimana Harita Group, sebuah raksasa industri yang membanggakan “kendaraan listrik dan energi hijau”, justru menginjak-injak kehidupan ribuan warga kecil atas nama investasi. Ketika kampung Kawasi yang dulunya hidup dari laut dan kebun kini menjadi lautan logam berat dan pabrik nikel, kita sedang menyaksikan bukan hanya pencemaran lingkungan, tapi perampasan masa depan.

Apakah yang disebut “kemajuan” itu pantas dibayar dengan air beracun yang harus diminum anak-anak? Apakah industrialisasi harus berarti kriminalisasi terhadap warga yang hanya mempertahankan tanah warisan leluhur mereka? Di balik nama-nama besar dan angka-angka triliunan rupiah dari IPO saham Harita, terdapat tangis para petani yang kehilangan kebun, para nelayan yang tak lagi dapat melaut, dan para ibu yang tak mampu membeli air bersih.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Betapa ironisnya, perusahaan yang mengaku membawa energi ramah lingkungan justru menyalakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara yang menghembuskan debu penyakit ke rumah-rumah warga. Anak-anak kecil di Kawasi menghirup “udara kematian”, terkena ISPA, sementara pemegang saham menikmati dividen di ruang ber-AC. Apakah ini yang dimaksudkan sebagai pembangunan? Apakah inikah wajah dari “proyek strategis nasional”?

Lebih menyakitkan lagi, ketika tanah rakyat dicaplok tanpa kejelasan, ketika proses ganti rugi lebih mirip pemaksaan, ketika yang membela justru aparat negara kita seperti menyaksikan kolusi yang dilumuri oleh seragam kehormatan. Rakyat dituduh melawan hukum, padahal hukum sendiri menjelma jadi tameng bagi korporasi.

Saya ingin bertanya kepada para pemimpin negeri ini, kepada pejabat yang hadir meresmikan pabrik-pabrik Harita: pernahkah Anda minum air dari Sungai Ake Lamo setelah hujan turun? Pernahkah Anda duduk di rumah warga Kawasi saat debu PLTU beterbangan, saat anak menangis karena sesak napas? Pernahkah Anda berjalan kaki di jalan kampung dan dihadang hanya karena ingin mengambil kayu bakar?

Pulau Obi dan Wawonii bukan hanya gugusan tanah, tapi rumah bagi manusia. Mereka bukan statistik, mereka adalah keluarga, tetangga, sahabat, mereka pinta bukanlah kemewahan, tapi hak paling dasar: tanah untuk digarap, laut untuk dilauti, air untuk diminum, udara untuk dihirup.Apabila semua ini masih terjadi, maka kita semua bersalah. Diam adalah pengkhianatan. Mendiamkan yang tertindas adalah menertawakan penderitaan mereka. Saya menulis ini agar mereka yang merasa memiliki kuasa, kekayaan, dan keputusan bisa walau sebentar menundukkan kepala dan mendengar jeritan yang selama ini diredam di balik bising mesin tambang dan euforia pembangunan.

Indonesia tidak dibangun dari nikel dan smelter. Indonesia dibangun dari manusia-manusia kecil yang saling menjaga tanahnya. Jika mereka dilukai, kita sedang meruntuhkan pilar bangsa itu sendiri.

Komentar

Berita Terkait

Mirisnya Kewenangan Daerah
NAZLATAN UKHRA KASUBA; MELAWAN ARUS POLITIK YANG MEMBUNGKAM, MENOLAK TUNDUK PADA KEKUASAAN YANG HAUS PUJIAN
Jalan Loloda Di Antara Janji Pembangunan dan Realita yang Berdebu
Pegawai Sejahtera, Pelayanan Sempurna: Mewujudkan Pemerintahan yang Adaptif di Era Perubahan
Mencari Jejak Pahlawan di Tanah Tambang: Refleksi Hari Pahlawan dari Maluku Utara.
MENGUJI IDE BUPATI DAN WAKIL BUPATI HALUT TENTANG HALUT SETARA
Dari Api Sejarah ke Gerak Nyata Masa Kini
Agromaritim dalam Tranformasi Panca Senyum Halmahera Selatan
Berita ini 67 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 21 November 2025 - 06:17 WIT

Mirisnya Kewenangan Daerah

Selasa, 18 November 2025 - 13:20 WIT

NAZLATAN UKHRA KASUBA; MELAWAN ARUS POLITIK YANG MEMBUNGKAM, MENOLAK TUNDUK PADA KEKUASAAN YANG HAUS PUJIAN

Rabu, 12 November 2025 - 05:14 WIT

Jalan Loloda Di Antara Janji Pembangunan dan Realita yang Berdebu

Selasa, 11 November 2025 - 07:58 WIT

Pegawai Sejahtera, Pelayanan Sempurna: Mewujudkan Pemerintahan yang Adaptif di Era Perubahan

Senin, 10 November 2025 - 03:28 WIT

Mencari Jejak Pahlawan di Tanah Tambang: Refleksi Hari Pahlawan dari Maluku Utara.

Minggu, 9 November 2025 - 07:57 WIT

MENGUJI IDE BUPATI DAN WAKIL BUPATI HALUT TENTANG HALUT SETARA

Minggu, 9 November 2025 - 07:49 WIT

Dari Api Sejarah ke Gerak Nyata Masa Kini

Senin, 20 Oktober 2025 - 09:24 WIT

Agromaritim dalam Tranformasi Panca Senyum Halmahera Selatan

Berita Terbaru

Regional

Bupati Haltim Beri Kode, Jabatan Plt Kepsek Segra Definitif

Rabu, 26 Nov 2025 - 10:32 WIT